Jumat, 11 Februari 2011

KH Idris Hamid: Pembubaran Ahmadiyah Harga Mati

Headline
Jemaah Ahmadiyah – inilah.com/Wirasatria
Oleh:
Nasional – Kamis, 10 Februari 2011 | 14:57 WIB
INILAH.COM, Pasuruan – Penolakan terhadap eksistensi Ahmadiyah sebagai bagian dari Islam di Indonesia hingga masih kini terus bergulir. Salah satunya yaitu datang dari ulama kharismatik Kota Pasuruan, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah KH Idris Hamid.
Menurut putra almarhum KH Abdul Hamid tersebut, pembekuan atau pembubaran Ahmadiyah adalah harga mati. Pemerintah yang memiliki kewenangan, seharusnya segera membekukan Ahmadiyah agar keberadaannya tidak lagi menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat.
“Ya memang minimal harus begitu, pemerintah yang punya power untuk membekukan itu. Jadi, harga mati Ahmadiyah harus dibubarkan. Sejak dulu kita berusaha begitu,” kata KH Idris Hamid, Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Kota Pasuruan Kamis (10/2/2011) kepada wartawan.

22 Kiai Ponpes Desak Presiden SBY Bubarkan Ahmadiyah

Rabu, 9 Februari 2011 – 15:08 WIB
JAKARTA (Pos Kota) – Majelis Silaturrahim Kiai dan Pengasuh Pondok Pesantren Indonesia (MSKP31) menyesalkan dan mengecam keras tindakan anarkis yang dilakukan secara tidak bertanggungjawab untuk menyelesaikan masalah yang justru memunculkan masalah yang lebih besar.
Pernyataan sikap itu MSKP31 disampaikan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah, Jakarta, Rabu pagi, yang ditandatangani 22 kiai di antaranya, DR KH Noer Muhammad Iskandar SQ, KH Anwar Iskandar, KH Mahrus Amin dan termasuk pendangdut senior Rhoma Irama.
Noer Muhammad Iskandar menyatakan, para kiai seluruh Indonesia yang tergabung dalam MSKP31 mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membubarkan Ahmadiyah untuk mencegah terjadinya aksi kekerasan di masa nanti.
Selain itu, kata Muhammad Iskandar, para kiai mendesak pemerintah untuk secepatnya mengevaluasi pelaksanaan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang Ahmadiyah mengingat SKB itu telah berjalan tiga tahun, namun di lapangan masih banyak pelanggaran yang dilakukan Ahmadiyah.
Ia mengatakan pemicu terjadinya peristiwa kekerasan bernuansa agama di bebebarapa daerah selama ini adalah karena munculnya ajaran Ahmadiyah yang mengaku sebagai Islam, sehingga umat Islam merasa tersinggung karena ajaran Ahmadiyah merupakan penyimpangan.

Ahmadiyah Diminta Tanggalkan Atribut Islam

NASIONAL – SOSIAL
Kamis, 10 Februari 2011 , 08:54:00
PEKANBARU – Ketua Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kota Pekanbaru, Profesor Dr Ilyas Husti MA menyarankan kepada jamaat Ahmadiyah untuk tidak melibatkan atribut agama Islam dalam setiap kegiatannya. Alasannya, penggunaan atribut itu dinilai hanya mengundang kemarahan dan berakhir dengan kericuhan seperti banyak terjadi di beberapa daerah dewasa ini.
Dia meminta agar jamaat Ahmadiyah mematuhi aturan yang sudah ada. Pemerintah Kota Pekanbaru pun sudah melakukan teguran dan memanggil langsung sekitar 50-an jamaah nya yang ada di Jalan Cipta Karya. ‘’Ajaran yang mereka lakukan itu bertentangan dengan ajaran Islam, dan kita sarankan kepada jamaat Ahmadiyah dalam semua kegiatannya tidak melibatkan atribut Islam,’’ tegas Ilyas kepada Riau Pos (grup JPNN), Rabu (9/2).
Ditegaskan, ajaran yang disebarkan Ahmadiyah ini sesat dan tidak ada aturannya dalam Islam. Sesuai dengan Fatwa MUI, bahwa Ajaran Ahmadiyah itu sesat. Pemerintah disarankan juga untuk membubarkan kelompok ini, jangan sampai membuat masyarakat resah.
“Selain secara Yuridis, dampaknya secara sosiologi juga sudah membuat warga sekitar menjadi resah hingga terjadi konflik. Tentu berdampak juga dalam pelaksanaannya. ‘Tapi alhamdulillah untuk Pekanbaru masih aman, karena sebelumnya sudah kita panggil pengurus jamaahnya dan mereka bersedia untuk tidak lagi berkatifitas, namun kita tetap harus waspada dengan adanya aktifitas di tempat lain,’’ harapnya. (gus)

Menag: Ahmadiyah Tidak Boleh Langgar HAM Umat Islam

Selasa, 8 Februari 2011 – 16:59 WIB
Menag: Ahmadiyah Tidak Boleh Langgar HAM Umat Islam
SERANG (Pos Kota) – Menteri Agama RI, Suryadharma Ali meminta masyarakat untuk saling menghormati hak azasi masing-masing baik hak azasi umat Islam dan Ahmadiyah. Tidak boleh penegakan hak azasi terhadap Ahmadiyah tetapi melanggar hak azasi manusia (HAM) umat Islam.
“Ahmadiyah menggunakan atribut-atribut Agama Islam seperti Al Quran dan lain-lainnya. Ini jelas menodai atau melanggar hak azasi bagi umat Islam, karena umat Islam berpendapat bahwa Ahmadiyah bukan Agama Islam,” kata Surya Dharma Ali, Menteri Agama usai rapat koordinasi dengan Kapolri, Jenderal Pol Timur Pradopo, Mendagri Gamawan Fauzy dan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiah di Pendopo Gubernuran Banten, Selasa (8/2), seraya mengatakan tengah mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih konkret setelah evaluasi ini rampung.

Ini Solusi Masalah Ahmadiyah dari Suryadharma Ali

Selasa, 08 Februari 2011 | 16:31 WIB
Suryadharma Ali. ANTARA/Herka Yanis Pangaribowo
TEMPO Interaktif, Banten - Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan ada empat hal yang bisa menjadi solusi kasus kekerasan terhadap Jamaah Ahmadiyah. “Tapi ini pendapat pribadi bukan pemerintah,” kata Suryadharma Ali kepada wartawan di kantor Gubernur Banten, Selasa (8/2).
Suryadharma menjelaskan empat hal itu adalah, menjadikan Ahmadiyah sebagai sekte sendiri dan tidak menggunakan atribut Islan dan Al Quran. Kedua, meminta anggota Ahmadiyah kembali ke Islam yang benar.
Lalu ketiga, lanjut Suryadharma, membiarkan keberadaan Ahmadiyah dan keempat, Ahmadiyah dibubarkan. “Kalau saya lebih memilih ahmadiyah kembali ke Islam yang benar,” ujarnya. Menurut catatan Suryadharma, saat ini sudah ada 26 keluarga atau sekitar 50 orang Ahmdiyah kembali ke Islam yang benar.

SBY Sumber Masalah Ahmadiyah

Headline
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono – foto: istimewa
Oleh: MA Hailuki
Nasional – Selasa, 8 Februari 2011 | 07:26 WIB
INILAH.COM, Jakarta – Sumber masalah utama penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah, bukanlah warga Ahmadiyah, melainkan Presiden SBY yang tidak berani mengambil sikap tegas membubarkan Ahmadiyah.
Seharusnya, pasca penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di Kuningan dan Bogor tahun lalu, Presiden SBY mengambil sikap tegas melalui Kementerian Agama membubarkan Ahmadiyah.
“Penyerangan selalu terjadi karena pemerintah tidak pernah membubarkan Ahmadiyah, itulah inti persoalannya. Selama pemerintah tidak tegas, maka konflik horizontal akan terus terjadi,” ujar Koordinator Forum Peduli Penegakan Hukum Indonesia (FPPHI) Chaidir Arief kepada INILAH.COM, Selasa (8/2/2011).

Hasyim Muzadi: Sebaiknya Ahmadiyah Jadi Agama Sendiri

Republika OnLine » Breaking News » Nasional
Senin, 07 Februari 2011, 20:52 WIB
Hasyim Muzadi: Sebaiknya Ahmadiyah Jadi Agama Sendiri 
Hasyim Muzadi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, Ahmadiyah sebaiknya menjadi agama sendiri yang berada di luar Islam sebab ajaran itu bermasalah karena mengatasnamakan Islam tetapi tidak sesuai dengan ajaran Islam. “Seandainya Ahmadiyah menjadi agama sendiri, maka Ahmadiyah itu dalam posisi menjalani hak sebagai warga negara dalam beragama,” kata Hasyim usai diskusi bertajuk ‘Gejolak Mesir dan Pengaruhnya terhadap Dunia Islam’ di Jakarta, Senin (7/2).
Menurut dia, sikap pengikut Ahmadiyah yang bersikeras menyatakan diri Islam itulah yang membuat orang Islam merasa dilecehkan. “Penodaan agama itu berbeda dengan kebebasan beragama. Ini kadang orang tidak bisa membedakan,” kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok tersebut.

Taufik Kiemas: Posisi Ahmadiyah Harus Diperjelas, Islam atau Bukan


Selasa, 08 Februari 2011 , 13:09:00 WIB
Laporan: Widya Victoria
 
TAUFIK KIEMAS/IST

RMOL. Posisi Ahmadiyah harus diperjelas, apakah bagian dari Islam atau termasuk agama lain. Kalau posisi Ahmadiyah sudah diperjelas maka Ahmadiyah bisa ditempatkan secara proporsional dan bisa dijaga.
“Jadi saya rasa ulama-ulama kita dari NU dan Muhamadiyah menelan bener-benar, apa Ahmadiyah ini,” kata Ketua MPR, Taufik Kiemas, kepada wartawan di Gedung DPR/MPR Jakarta (Selasa, 8/2).

Amien Rais: Penghilangan Nyawa Manusia itu Kejahatan Puncak

Republika
Republika – 1 jam 38 menit lalu
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA–Mantan Ketua MPR, Amien Rais menuntut pemerintah untuk serius menangkap pelaku kerusuhan di Kecamatan Cikeusik, Padeglang. Selain itu, dia berharap jajaran menteri terkait dapat mencari solusi atas rentetan penyerangan kepada Jamaah Ahmadiyah itu.
“Pelenyapan nyawa manusia, merupakan sebuah kejahatan yang puncak,” tegas mantan Ketua Umum PAN itu, di DPR, Selasa (8/2).  Amien menuturkan, segala bentuk  yang mengancam keutuhan bangsa  mulai dari tindakan kriminal biasa seperti perampokan bank, kejahatan di jalan raya hingga perusakan rumah ibadah harus diperlakukan sama di mata hukum.
Dia meminta, agar para pelaku perusakan dan pengeroyokan yang menewaskan tiga orang Jamaah Ahmadiyah untuk segera diadili. “”Beri mereka hukuman setimpal sesuai hukum yang berlaku,” imbuhnya. Selain itu, dia juga berharap ada solusi yang diberikan pemerintah untuk menuntaskan kasus itu.
Ketua Majelis Wali Amanah UGM itu menilai, pihak kepolisian saat ini benar-benar diuji ketegasannya dalam mengungkap kasus ini.  Dia juga meminta, agar aparat kepolisian dapat mencari dalang dari rentetan kekerasan pada Jamaah Ahmadiyah. “Agar kejadian ini tidak berlarut-larut,” ungkapnya.  agung budiono
--------------------
***)Setiap kali persoalan Ahmadiyah “pecah”, para pengamat atau para tokoh lantas lantang berkoar tentang HAM. Bila sudah begini, secara politis Ahmadiyah sering diuntungkan. Padahal inti persoalan adalah dan ini sepertinya sengaja mereka lupakan, bahwa Ahmadiyah yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad sejatinya telah tidak dikeragui sebagai “perusak” dan "merusak" Islam. Karena itu Ahmadiyah dinyatakan sebagai ajaran “Sesat Lagi Menyesatkan“.

Dalam konteks demikian keadaan mereka persis sebagaimana firman Allah SWT, artinya: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Mahapemurah (al-Qur-an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan), maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk”. (QS Az-Zukhruf: 36 -37)  _Izhar Ilyas_

BMW: Penyelesaian Ahmadiyah Harus Menyeluruh


Selasa, 08 Februari 2011 , 08:38:00 WIB
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi
 
MIRZA GHULAM AHMAD/IST

RMOL. Rencana evaluasi Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri pasca bentrok jamaah Ahmadiyah dengan warga di Cikeusik, Banten, jangan sampai merugikan penganut agama yang asli dengan alasan kebebasan dan hak asasi.
Demikian disampaikan Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB), BM Wibowo, kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Selasa, 8/2).
Menurut BM Wibowo, ketentuan dalam SKB sudah jelas dan masing-masing agama memiliki aturan. Mencampuradukan berbagai keyakinan justru akan menjadikan hal tersebut tidak memenuhi ketentuan agama. BM Wibowo juga mengecam tindakan main hakim sendiri yang tidak dapat dibenarkan dan mengecam kelompok yang memancing kemarahan pihak lain.
“Penyelesaian harus menyeluruh hingga pada penyebab kasus seperti ini terjadi, bukan hanya pada akibat yang ditimbulkan,” tegas BM Wibowo.
Menurut BM Wibowo, silang pendapat terjadi karena jamaah Ahmadiyah menolak disebut bukan Muslim, sementara umat Islam menganggapnya sesat berdasar fatwa ulama dan hingga kini jamaah Ahmadiyah dilarang berhaji oleh otoritas di Saudi. BM Wibowo juga menegaskan, jika pemerintah lebih membela pihak yang memancing masalah maka persoalan akan makin membesar karena yang kecewa adalah mayoritas warga.[yan]

FPI : Jangan Salahkan Umat Islam

Ahmadiyah Diserang

Senin, 7 Februari 2011 – 06:50 wib
Marieska Harya Virdhani – Okezone
 
Ilustrasi (Foto: Heru Haryono/okezone)
DEPOK - Untuk kesekian kalinya, penyerangan terhadap para jemaat Ahmadiyah di sejumlah daerah di Indonesia terjadi kembali. Kali ini warga Ahmadiyah di Cikeusik, Pendegelang, Banten, diserang oleh sekelompok orang yang menamakan diri Gerakan Islam Anti Ahmadiyah.  Menanggapi hal itu, Front Pembela Islam (FPI) mengaku berada di posisi tak mendukung atau bahkan mengecam penyerangan tersebut. FPI hanya menegaskan dan mengingatkan kembali kepada pemerintah yang harus segera membubarkan ajaran Ahamadiyah agar tak lagi terjadi konflik di masyarakat.
“Masalah Ahmadiyah bukan urusan dengan FPI saja, tetapi urusan dengan umat islam dimanapun dan sampai kapanpun. Kalau pemerintah tak bubarkan Ahmadiyah, jangan salahkan umat islam jika terus terjadi seperti ini,” tegas Ketua FPI Depok Habib Idrus Al Gadhri kepada okezone, Minggu (6/2/2011).
Idrus menambahkan masalah Ahmadiyah erat kaitannya dengan penyimpangan terhadap aqidah Islam. Apapun caranya, lanjut Idrus, baik persuasif ataupun anarkis, intinya Ahmadiyah harus segera dibubarkan menyusul Surat Keputusan (SK) pemerintah terkait larangan ajaran Ahmadiyah.
“SK pemerintah harusnya sudah sangat kuat, dan harus segera dibubarkan, kami di FPI tak bisa menjamin akan banyak dan terjadi terus penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah hingga akhir kiamat,” tegasnya.
Sedikitnya terdapat tiga orang jamaah Ahmadiyah yang berasal dari Jakarta tewas dalam penyerangan di Cikeusik, Pandegelang, Banten. Para jamaah diserang di sebuah rumah yang biasa digunakan oleh para jamaah untuk beribadah.
(lam)

Ini Pandangan Ba’asyir Soal Ahmadiyah

Kamis, 10 Februari 2011 | 10:53 WIB
Abu Bakar Ba’asyir tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (10/2). AP/Irwin Fedriansyah
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemimpin Jamaah Anshorut Tauhid Abu Bakar Ba’asyir tidak setuju Ahmadiyah disebut sebagai bagian dari Islam. “Ahmadiyah itu buatan Inggris,” ujarnya saat memasuki tahanan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Kamis (10/2). Menurut Ba’asyir, hanya terdapat dua solusi bagi Ahmadiyah, “Dibubarkan atau dinyatakan agama sendiri baru selesai,” ujarnya.
Polemik keberadaan Ahmadiyah kembali mencuat. Ahad kemarin jamaah Ahmadiyah kembali mengalami penyerangan dari kelompok tak dikenal di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Tiga orang anggota Ahmadiyah tewas akibat penyerangan ini. Selain itu, lima orang lainnya mengalami luka berat serta sejumlah harta benda mereka mengalami kerusakan.
Adapun Ba’asyir baru kembali dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdananya ditunda, setelah tim pengacaranya keberatan. Ba’asyir diduga telah merencanakan dan menggerakan orang lain untuk melakukan terorisme maupun dengan sengaja menyediakan dana dengan tujuan untuk digunakan tindak pidana terorisme. Ia juga dituduh membantu pelatihan bersenjata bagi para teroris di pegunungan Jalin Jantho, Aceh Besar.
Setidaknya 3.000 personil polisi dari Polda Metro Jaya dikerahkan untuk menjaga sidang Ba’asyir. “Bukan hanya di tempat persidangan, tapi di sentra-sentra yang dilalui massa saat datang dan pulang,” kata Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman kemarin.
Pengamanan massa pendukung Baasyir tersebut, dijelaskan Sutarman, terbagi menjadi pengamanan di dalam dan luar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Pengamanan di luar kalau ada yang tidak puas dan melakukan tindak anarkis, penjagaan disebar di tempat-tempat tertentu yang dianggap bisa jadi sasaran mereka,” ujarnya.
Febriyan

Ba’asyir: Ahmadiyah itu Buatan Inggris

Sosbud / Kamis, 10 Februari 2011 11:45 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Berbeda dengan banyak pihak, Abu Bakar Ba’asyir memiliki pendapat yang unik tentang Ahmadiyah. Menurut pemimpin Jemaah Anshorut Tauhid ini, Ahmadiyah harus dibubarkan. “Ahmadiyah itu kafir, buatan Inggris yang harus dibubarkan atau dinyatakan agama sendiri, baru selesai,” kata Ba’asyir di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/2), sebelum menghadiri sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mengapa Ahmadiyah harus dibubarkan? Menurut Abu Bakar Ba’asyir, karena Ahmadiyah merusak Islam. Sebelumnya, Menteri Agama Suryadharma Ali menawarkan empat opsi untuk menghentikan eskalasi kekerasan terhadap Ahmadiyah.
Empat opsi itu adalah, pertama, Ahmadiyah bisa menjadi sekte atau agama tersendiri dengan konsekuensi tidak menggunakan atribut agama Islam, seperti masjid, Al Quran, dan lain-lain. Kedua, Ahmadiyah bisa kembali menjadi umat Islam yang sesuai tuntunan Al Quran. Ketiga, Ahmadiyah bisa dibiarkan saja karena ada yang berpandangan hal itu merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dan keempat, Ahmadiyah dibubarkan.
Kekerasan terhadap Ahmadiyah kembali meledak. Sekitar 1.000 warga menghajar puluhan penganut Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Tidak hanya rumah, kekerasan itu juga merenggut korban jiwa sebanyak tiga orang. Di luar itu, puluhan korban terluka juga jatuh. Mereka masih dirawat di rumah sakit. (Ant/DOR)

MS Kaban: Kekerasan terhadap Ahmadiyah terus Terjadi karena SKB Tiga Menteri Banci


Kamis, 10 Februari 2011 , 21:20:00 WIB
Laporan: Teguh Santosa


MS KABAN/IST

RMOL. Aksi kekerasan terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah akan terus terulang karena Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri  yang diterbitkan Juni 2008 bersifat banci.
“Selagi ummat Islam merasa terusik keimanannya oleh ajaran Ahmadiyah, selama itu pula cikeusik-cikeusik baru akan terus terjadi,” kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Malam Sambat Kaban, di Jakarta, Kamis petang (10/2).

PPP: Sejak Awal Datang, Ahmadiyah Selalu Jadi Bibit Konflik

AHMADIYAH

Kamis, 10 Februari 2011 , 13:02:00 WIB
Laporan: Ujang Sunda

MIRZA GHULAM AHMAD/IST

RMOL. Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Hasrul Anwar meminta Presiden SBY tidak ragu untuk membubarkan Ahmadiyah. Sebab, sejak datangnya ke Indonesia, Ahmadiyah terus menanamkan bibit-bibit konflik di masyarakat.
“Ahmadiyah datang ke Indonesia pada 1925. Lima tahun kemudian timbul konflik diberbagai daerah. Sekarang sudah 81 tahun, yang ada hanya menyebabkan konflik. Jadi, apa keberatan SBY untuk membubarkan Ahmadiyah,” katanya dalam diskusi di ruang pers DPR (Kamis, 10/2).
Hasrul melanjutkan, di Pakistan yang merupakan tempat lahir Ahmadiyah, Ahmadiyah sudah dilarang. Maka sangat mengherankan kalau Indonesia tetap membiarkan.
“SBY jangan hanya melakukan pencitraan. Bubarkan saja Ahmadiyah. Sebab, jumlahnya nggak banyak kok, cuma 50 ribu orang,” tukasnya.[ono]

Kitab Tadzkirah Pemecahbelah


Oleh Izhar Ilyas

MERUJUK Al Quran, seyogianya umat Islam bersaudara, sebab demikian difirmankan Allah SWT dalam Surat Al-Hujurat, ayat 10, artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.

Kini, persaudaraan itu seakan sesuatu yang mahal untuk dibeli, bagai suatu yang tinggi untuk digapai, dan seperti sesuatu yang panas untuk diraba. Apalagi persoalan hubungan antar Umat Islam dengan mereka yang telah menjadi Jemaat Ahmadiyah, pada akhir-akhir ini kembali menjadi fokus pembicaraan di mana-mana.

Dalam kata pengantar buku Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi & Masih Mau’ud, Ahmadiyah dimaksudkan sebagai; Suatu gerakan Islam sejati, didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam as di Qadian, India. Mirza sendiri seperti dijelaskan dalam buku itu diyakini sebagai nabi dan rasul. Dalam konteks demikian seperti dijelaskan lebih lanjut, lebih dari dua juta orang dari berbagai bangsa telah mempercayai beliau sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau’ud pada akhir zaman.

Begitulah, Umat Islam dan Jemaat Ahmadiyah semestinya berasaudara, tetapi kenyataan tidak demikian. Kenapa? Sebab, umat Islam hanya percaya kepada Muhammad saw sebagai Rasulullah, sedangkan umat Islam yang telah menjadi Ahmadiyah selain percaya kepadanya juga percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi dan RasulNya. Umat Islam hanya percaya kepada Al Quran sebagai wahyu Allah terakhir, sementara umat Islam yang telah menjadi Ahmadiyah selain percaya kepadanya juga percaya kepada Kitab Tadzkirah yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.

Bila demikian, dalam tataran aqidah-keimanan dan atau keyakinan, masing-masing mereka kini telah berada pada dua kutub berbeda. Apalagi kitab Tadzkirah yang diyakini Ahmadiyah telah dengan sangat tegas mengkhittahkan hal seperti itu. Lalu dalam konteks Islam, seperti dijelaskan dalam kata pengantar buku Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad di atas, mungkinkah Ahmadiyah dapat dikatakan sebagai gerakan Islam sejati?

Menurut M. Amin Djamaludin, dalam bukunya Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an, kitab Tadzkirah sejatinya merupakan pembajakan terhadap ayat-ayat Al-Quran. Menurut Amin Jamaludin, dari halaman 620 s.d 660 kitab Tadzkirah, setidaknya ditemukan 132 ayat Al Quran yang dibajak. Artinya, ke 132 ayat Al Quran tersebut di kalangan Ahmadi diyakini sebagai wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.

Sementara menurut Hasan bin Mahmud, Mantan Mubaligh Ahmadiyah dan Direktur Umum Seksi Bahasa Arab Jema’at Ahmadiyah, bermarkas di London, Inggris.  Tadzkirah penuh dengan ilham-ilham dan kasyaf-kasyaf yang suatu waktu disampaikan dengan bahasa Ibrani, suatu waktu dengan bahasa Inggris, suatu waktu dengan bahasa Persia, suatu waktu dengan bahasa Punjab dan suatu waktu dengan bahasa yang tidak bisa dimengerti dan dipahami oleh Mirza Ghulam sendiri.

Kitab Tadzkirah sebagai produk bajakan Mirza Ghulam terhadap Al-Quran dapat kita lihat pada ilham pertama dan kedua. Hal demikian ditemukan dalam buku kecil Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad, disusun puteranya, Hz. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, buku berbahasa Urdu itu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Malik Aziz Ahmad Khan, dan diterbitkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1995).

Ilham pertama yang turun kepadanya itu adalah, artinya: Persumpahan demi Langit yang merupakan sumber takdir, dan demi peristiwa yang akan terjadi setelah tenggelamnya matahari pada hari ini. Bila dilihat matannya, ilham  itu persis sama dengan firman Allah dalam Surat Ath-Thaariq, ayat 1. Bandingkan arti Tadzkirah tersebut dengan Terjemahan ayat Al-Quran terkait: “Demi langit dan yang datang pada malam hari.”

Ilham di atas diterima Mirza ketika ia berusia 40 tahun, tepatnya pada tahun 1876, ketika ayahnya sedang sakit dan karenanya amat mencemaskan dirinya. 

Mengiringi ilham pertama lalu turun ilham ke dua, artinya: Apakah Allah tidak cukup bagi hamba-Nya?” Setelah dicermati ternyata ilham kedua juga merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Muhammad Rasulullah dalam Surat Az-Zumar ayat 36.

Di sini terlihat Mirza Ghulam Ahmad telah benar-benar melakukan suatu kebohongan publik. Sebuah tindakan yang sangat tidak terpuji.

Kendati orang-orang Ahmadiyah bersigigih membantah bahwa tidak benar Tadzkirah merupakan kitab suci Ahmadiyah, namun menurut Hasan bin Mahmud Audah hal tersebut tidak terbantah. Sebab, dalam jilid pertama kitab itu sangat jelas tertulis; “Tadzkirah adalah wahyu yang disucikan dan mimpi serta kasyaf Masih Maud A.S.”

Hal demikian semakin tidak terbantah, setelah melihat sikap perilaku umat Islam yang telah menjadi Ahmadiyah terhadap Umat Islam di luar jemaatnya. Menurut paham atau keyakinan Ahmadiyah seperti terdapat dalam kitab Tadzkirah bahwa barangsiapa yang tidak berbaiat kepada Mirza Ghulam Ahmad, dia itu durhaka kepada Allah dan RasulNya dan termasuk penghuni neraka Jahim. Untuk lebih jelas mari kita cermati Tadzkirah 342: “Sesungguhnya orang yang tidak mengikutimu dan tidak berbaiat kepadamu dan tetap menantang kepadamu, dia itu adalah orang yang durhaka kepada Allah dan RasulNya dan termasuk penghuni neraka Jahim.”

Lebih lanjut dalam kitab Tadzkirah halaman 600 dijelaskan: “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan padaku bahwa setiap orang  yang telah  sampai kepadanya dakwahku kemudian dia tidak menerimaku, maka dia bukanlah seorang muslim, dan berhak mendapatkan siksaan dari Allah.”

Akhirnya, Hasan bin Mahmud menyatakan bahwa bila seorang Ahmadiyah shalat di belakang orang Islam yang bukan Ahmadiyah, ia berdosa. Menikahkan wanita Ahmadiyah kepada orang Islam adalah ma’siat dan menshalati jenazah orang Islam adalah perbuatan mungkar. Adapun cita-cita mereka, menurut Hasan adalah berupaya menarik orang-orang Islam supaya bergabung ke dalam barisan mereka dan menyerongkan pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan mereka.▪*

[*Dimuat di Rubrik Komentar Harian Singgalang, Jum’at, 13 Juni 2008 ▫ 10 Jumadil Akhir 1429 H. Untuk penyempurnaan telah dilakukan perbaikan redaksional pada 8 Rabiul Awal 1432 H/11 Februari 2011, Penulis.]

Kesesatan Ahmadiyah


Oleh Izhar Ilyas

KONTROVERSI seputar Ahmadiyah, dengan terbitnya Rekomendasi Bakor Pakem yang memutuskan, bahwa Jemaat Ahmadiyah telah melakukan kegiatan atau penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam serta menimbulkan keresahan dan pertentangan dalam masyarakat dan berpotensi mengganggu ketertiban umum, kembali menghangat.

Menyikapi keputusan Bakor Pakem itu, Ahmadiyah terlihat bergeming, malah seperti diberitakan harian Singgalang Padang, Kamis (17/4), mereka akan melakukan perlawanan melalui jalur hukum. Tidak tanggung-tanggung, mereka akan melaporkan kasus yang mereka alami ke Dewan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Sementara dari kalangan umat Islam, terlihat menyambut hangat rekomendasi tersebut, namun juga tidak kurang ada yang menolak.

Mengutip persda network, Rabu (16/4), menurut Singgalang, Juru Bicara Ahmadiyah, Ahmad Mubarik tegas membantah bahwa: “Kalau kami dikatakan tidak mempercayai Nabi Muhammad sebagai Nabi akhir, itu bohong. Dusta. Tidak pernah dalam keyakinan kita sejak 100 tahun lalu menyatakan Mirza Ghulam Ahmad pengganti Nabi Muhammad SAW. Tidak ada syari’at baru  lagi karena sudah sempurna.”

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah yang dikemukakan Ahmad Mubarik itu dan atau 12 Butir Penjelasan Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia  yang sebelumnya gencar dipublikasikan kepada masyarakat, merupakan esensi keyakinan dan amalan penganut Ahmadiyah yang di dalamnya bersih dari kebohongan atau pembohongan.

Sebab, pada konteks syahadatain, kendati secara kasat mata diakui, Ahmadiyah tidak menolaknya, malah menempatkan unsur itu pada bagian pertama dari 12 Butir Penjelasan Ahmadiyah. Namun secara esensi, pemahaman mereka tentang syahadatain terindikasi telah sangat menyimpang dari aqidah Islam. Hal tersebut dikarenakan, Allah SWT yang dinyatakan dalam syahadatain itu, menurut kepercayaan Ahmadiyah telah diserupakan dengan gurita.

Kepercayaan Ahmadiyah seperti dikemukakan di atas, dijelaskan Dr. Ihsan Ilahi Zhahir dalam bukunya Al-Qadiyaniyah Dirasat wa Tahlil, berdasarkan tulisan Ghulam Al-Qadiyani, seorang pentolan Ahmadiyah lewat bukunya Taudhih Al-Maram, pada halaman 75, Ghulam menulis: “Kami bisa memastikan bahwa untuk menggambarkan bahwa wujud Allah itu memiliki banyak tangan dan kaki. Anggota badannya itu sangat banyak hingga tak terhitung dan dalam ukuran besar yang tak terbatas panjang dan lebarnya. Seperti gurita yang memiliki cabang yang sangat banyak yang membentang ke seluruh alam dan sisi-sisinya”.

Bila tentang Allah saja Ahmadiyah berani berkata seenak pemikiran, apa lagi mengenai RasulNya, KitabNya dan berbagai rukun iman lainnya. Lebih lanjut, mari kita lihat pula beberapa pernyataan Mirza Ghulam Ahmad, tentang hubungannya dengan Allah SWT. Terkait demikian, Dr. Ihsan Ilahi Zhahir mengutip Ghulam Al-Qadiyani dari beberapa sumber Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad berkata: “Allah berbicara kepadaku dengan mengatakan, ‘Dengarlah wahai anakKu.” Dan atau ia berujar, “Rabb telah berkata kepadaku, ‘Engkau adalah dariKu dan Aku adalah darimu, punggungmu adalah punggungKu.” Dan atau ia bercerita, “Sungguh Allah telah turun kepadaku dan aku menjadi perantara antara DzatNya dengan semua makhluk.” dan sebagainya.

Menurut  Aqidah Islam, terkait keimanan kepada Allah SWT, tidak satupun yang serupa atau menyerupai Allah. Kepercayaan tentang Allah seperti itu didasarkan kepada berbagai ayat Al Quran, antara lain Surat Asy-Syura, ayat 11, Allah SWT berfirman, artinya: “Tidak ada sesuatupun  yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Sementara dalam Surat Al Ikhlas ayat 4 Allah terlihat pula berfirman, artinya: “Dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan Dia.”

Dari kenyataan demikian, masihkah Mirza Ghulam Ahmad seperti dijelaskan dalam 12 Butir Penjelasan Ahmadiyah itu, dianggap sebagai seorang guru, mursyid, pembawa berita dan peringatan serta pengembangan mubasysyirat, dan atau tepatkahkah bila ia dan jemaat yang dibentuknya dijuluki sebagai orang atau sesuatu yang memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Jawabnya, “tidak!”

Menguak lebih jauh misteri kesesatan Ahmadiyah ditilik dari aqidah dan ajaran Islam, Ahmad Hariadi mantan penyebar Ahmadiyah, dalam bukunya “Mengapa Saya Keluar dari Ahmadiyah Qadiani” menulis, bahwa seseorang yang akan menjadi anggota Ahmadiyah terlebih dahulu harus dibai’at. Bai’at tersebut ditujukan kepada pimpinan Qadiani yang disebut Khalifatul Masih.

Di dalam bai’at, setelah yang akan berbai’at mengisi formulir bai’at, kemudian ia disuruh membaca kalimat syahadat, disuruh mengakui dosa-dosa yang telah dibuatnya dan bertobat kepada Allah. Sebatas itu, terlihat tidak ada masalah, namun disinilah kemudian punca tumbuhnya masalah.

Sesudah bai’at dilakukan, yang berbai’at kemudian disuruh mengimani segala da’wah yang telah disampaikan Mirza Ghulam Ahmad, baik dia mengaku sebagai Nabi, Rasul, Mahdi, Nabi Isa kedua, Krisna, Budha, Zoroaster dan sebagainya.

Kemudian, Ahmadi pendamping prosesi pembai’atan berpesan, agar orang yang telah berbai’at itu, sekali-kali tidak boleh shalat bermakmum di belakang imam yang bukan Qadiani atau Ahmadiyah. Selain itu ia juga dilarang kawin atau menikah dengan orang bukan Qadiani. Di sini kebencian kepada umat Islam secara licik mulai mereka sisipkan. Sebab menurut aqidah Ahmadiyah: “Siapa saja yang tidak mengimani Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Zaman, Imam Mahdi dan Rasul Allah, maka orang itu adalah kafir dan matinya mati jahiliyah.

Dari beberapa penjelasan diatas terang terbukti, bahwa tidak ada kesesuaian kebenaran antara apa yang disampaikan Ahmad Mubarik serta 12 Butir Penjelasan Ahmadiyah dengan berbagai keyakinan dan amalan yang terjadi dalam Ahmadiyah.

Justru itu, dalam konteks ajaran Islam dikaitkan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, sangat tepat dan amat beralasan bila Bakor Pakem seputar kontroversi mengenai Ahmadiyah, akhirnya merekomendasi bahwa Ahmadiyah sesungguhnya telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, serta menimbulkan keresahan dan pertentangan dalam masyarakat.

Bila hal tersebut tidak disikapi secara arif dan bijak oleh pemerintah, dipastikan akan sangat berpotensi mengganggu ketertiban umum. Pada konteks demikian, kiranya pemerintah diharapkan mampu membuat rambut tidak putus dan tepungpun tidak terserak. Semoga.

[Dimuat di Rubrik Munazharah, Majalah Tabligh, MTDK PP Muhammkadiyah Jakarta, Juni 2008, hal. 50 – 51]