Jumat, 11 Februari 2011

Kitab Tadzkirah Pemecahbelah


Oleh Izhar Ilyas

MERUJUK Al Quran, seyogianya umat Islam bersaudara, sebab demikian difirmankan Allah SWT dalam Surat Al-Hujurat, ayat 10, artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.

Kini, persaudaraan itu seakan sesuatu yang mahal untuk dibeli, bagai suatu yang tinggi untuk digapai, dan seperti sesuatu yang panas untuk diraba. Apalagi persoalan hubungan antar Umat Islam dengan mereka yang telah menjadi Jemaat Ahmadiyah, pada akhir-akhir ini kembali menjadi fokus pembicaraan di mana-mana.

Dalam kata pengantar buku Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi & Masih Mau’ud, Ahmadiyah dimaksudkan sebagai; Suatu gerakan Islam sejati, didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam as di Qadian, India. Mirza sendiri seperti dijelaskan dalam buku itu diyakini sebagai nabi dan rasul. Dalam konteks demikian seperti dijelaskan lebih lanjut, lebih dari dua juta orang dari berbagai bangsa telah mempercayai beliau sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau’ud pada akhir zaman.

Begitulah, Umat Islam dan Jemaat Ahmadiyah semestinya berasaudara, tetapi kenyataan tidak demikian. Kenapa? Sebab, umat Islam hanya percaya kepada Muhammad saw sebagai Rasulullah, sedangkan umat Islam yang telah menjadi Ahmadiyah selain percaya kepadanya juga percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad Sebagai Nabi dan RasulNya. Umat Islam hanya percaya kepada Al Quran sebagai wahyu Allah terakhir, sementara umat Islam yang telah menjadi Ahmadiyah selain percaya kepadanya juga percaya kepada Kitab Tadzkirah yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.

Bila demikian, dalam tataran aqidah-keimanan dan atau keyakinan, masing-masing mereka kini telah berada pada dua kutub berbeda. Apalagi kitab Tadzkirah yang diyakini Ahmadiyah telah dengan sangat tegas mengkhittahkan hal seperti itu. Lalu dalam konteks Islam, seperti dijelaskan dalam kata pengantar buku Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad di atas, mungkinkah Ahmadiyah dapat dikatakan sebagai gerakan Islam sejati?

Menurut M. Amin Djamaludin, dalam bukunya Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Qur’an, kitab Tadzkirah sejatinya merupakan pembajakan terhadap ayat-ayat Al-Quran. Menurut Amin Jamaludin, dari halaman 620 s.d 660 kitab Tadzkirah, setidaknya ditemukan 132 ayat Al Quran yang dibajak. Artinya, ke 132 ayat Al Quran tersebut di kalangan Ahmadi diyakini sebagai wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.

Sementara menurut Hasan bin Mahmud, Mantan Mubaligh Ahmadiyah dan Direktur Umum Seksi Bahasa Arab Jema’at Ahmadiyah, bermarkas di London, Inggris.  Tadzkirah penuh dengan ilham-ilham dan kasyaf-kasyaf yang suatu waktu disampaikan dengan bahasa Ibrani, suatu waktu dengan bahasa Inggris, suatu waktu dengan bahasa Persia, suatu waktu dengan bahasa Punjab dan suatu waktu dengan bahasa yang tidak bisa dimengerti dan dipahami oleh Mirza Ghulam sendiri.

Kitab Tadzkirah sebagai produk bajakan Mirza Ghulam terhadap Al-Quran dapat kita lihat pada ilham pertama dan kedua. Hal demikian ditemukan dalam buku kecil Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad, disusun puteranya, Hz. Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, buku berbahasa Urdu itu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Malik Aziz Ahmad Khan, dan diterbitkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1995).

Ilham pertama yang turun kepadanya itu adalah, artinya: Persumpahan demi Langit yang merupakan sumber takdir, dan demi peristiwa yang akan terjadi setelah tenggelamnya matahari pada hari ini. Bila dilihat matannya, ilham  itu persis sama dengan firman Allah dalam Surat Ath-Thaariq, ayat 1. Bandingkan arti Tadzkirah tersebut dengan Terjemahan ayat Al-Quran terkait: “Demi langit dan yang datang pada malam hari.”

Ilham di atas diterima Mirza ketika ia berusia 40 tahun, tepatnya pada tahun 1876, ketika ayahnya sedang sakit dan karenanya amat mencemaskan dirinya. 

Mengiringi ilham pertama lalu turun ilham ke dua, artinya: Apakah Allah tidak cukup bagi hamba-Nya?” Setelah dicermati ternyata ilham kedua juga merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada Muhammad Rasulullah dalam Surat Az-Zumar ayat 36.

Di sini terlihat Mirza Ghulam Ahmad telah benar-benar melakukan suatu kebohongan publik. Sebuah tindakan yang sangat tidak terpuji.

Kendati orang-orang Ahmadiyah bersigigih membantah bahwa tidak benar Tadzkirah merupakan kitab suci Ahmadiyah, namun menurut Hasan bin Mahmud Audah hal tersebut tidak terbantah. Sebab, dalam jilid pertama kitab itu sangat jelas tertulis; “Tadzkirah adalah wahyu yang disucikan dan mimpi serta kasyaf Masih Maud A.S.”

Hal demikian semakin tidak terbantah, setelah melihat sikap perilaku umat Islam yang telah menjadi Ahmadiyah terhadap Umat Islam di luar jemaatnya. Menurut paham atau keyakinan Ahmadiyah seperti terdapat dalam kitab Tadzkirah bahwa barangsiapa yang tidak berbaiat kepada Mirza Ghulam Ahmad, dia itu durhaka kepada Allah dan RasulNya dan termasuk penghuni neraka Jahim. Untuk lebih jelas mari kita cermati Tadzkirah 342: “Sesungguhnya orang yang tidak mengikutimu dan tidak berbaiat kepadamu dan tetap menantang kepadamu, dia itu adalah orang yang durhaka kepada Allah dan RasulNya dan termasuk penghuni neraka Jahim.”

Lebih lanjut dalam kitab Tadzkirah halaman 600 dijelaskan: “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan padaku bahwa setiap orang  yang telah  sampai kepadanya dakwahku kemudian dia tidak menerimaku, maka dia bukanlah seorang muslim, dan berhak mendapatkan siksaan dari Allah.”

Akhirnya, Hasan bin Mahmud menyatakan bahwa bila seorang Ahmadiyah shalat di belakang orang Islam yang bukan Ahmadiyah, ia berdosa. Menikahkan wanita Ahmadiyah kepada orang Islam adalah ma’siat dan menshalati jenazah orang Islam adalah perbuatan mungkar. Adapun cita-cita mereka, menurut Hasan adalah berupaya menarik orang-orang Islam supaya bergabung ke dalam barisan mereka dan menyerongkan pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan mereka.▪*

[*Dimuat di Rubrik Komentar Harian Singgalang, Jum’at, 13 Juni 2008 ▫ 10 Jumadil Akhir 1429 H. Untuk penyempurnaan telah dilakukan perbaikan redaksional pada 8 Rabiul Awal 1432 H/11 Februari 2011, Penulis.]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar