Rabu, 19 Juni 2013



Menguak Kristenisasi 
Rumah Sakit Siloam
Izhar Ilyas

Menjelimeti pemberitaan Singgalang edisi Jum’at 7 Juni, akhirnya saya sampai pada kesimpulan bahwa melalui ketiga informasi yang saling mendukung, terlihat Harian Singgalang ingin meyakinkan masyarakat Sumbar bahwa isu kristenisasi beraroma SARA di balik kehadiran Rumah Sakit Siloam di Ranah Minang, sebagaimana dihebohkan Mochtar Naim dan berbagai pihak selama ini adalah sesuatu yang tidak berdasar atau terlalu mengada-ada.

Terkait persoalan di atas, bila hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin sang investor dalam hal ini Lippo Group akan menarik investasinya dari Padang. Jika hal demikian terjadi, yang rugi tentu kita orang Minang juga. Bayangkan, investasi sebesar Rp 1,3 triliun dan ketersediaan lapangan kerja yang tidak sedikit, terbang lepas dari genggaman, akibat kita terlalu menghebohkan isu kristenisasi yang tidak jelas juntrungnya.

Mudah-mudahan saya tidak keliru dalam menarik kesimpulan tersebut. Dan untuk membuktikan ketidak keliruan itu, saya akan faktakan sebagai berikut:

1.   Seperti dikemukakan Basril Djabar dalam rubrik komentar, “To Be a Winner or Become a Losers” saya melihat terbilang banyak beliau mengedepankan argumen James T Riady selaku CEO Lippo Group, membantah isu Kristenisasi di balik pendirian Rumah Sakit Siloam yang dibidaninya.

Satu di antara yang membuat saya tertawa-tawa, terdapat pada halaman A-9 kolom 5 alinia ke dua, berikut petikannya: “Semua usaha yang kami jalankan, sama sekali bersih dari misi agama. Ini murni bisnis dan pegang kata-kata saya,” kata dia lagi.

Barangkali tersebab demikian, Basril Djabar sangat percaya terhadap iktikad baik James T Riady dalam berinvestasi di Ranah Minang, sehingga menjelang akhir komentarnya Basril menulis: “Lakukanlah penyelesaian dan penjernihan masalah secara bijaksana, gunakan berbagai pertimbangan akal sehat, dan jangan secara emosional apa lagi dengan mengaitkan isu-isu SARA segala macam.”

Dalam kaitan demikian sebelumnya Basril Djabar juga telah mengingatkan: “... Tapi, jika Lippo sudah menyatakan, tidak akan melakukan kristenisasi, kita seharusnya menahan diri. Jika terus-menerus didesak dengan asumsi tidak berdasar, lalu investor itu hengkang, siapa yang bertanggungjawab? Membuka lapangan kerja saat ini alangkah sulitnya. Akan ada 6.000 tenaga kerja di Basko Mall dan Lippo Mall. Disangka mudah membuka lapangan kerja sebanyak itu.”

2.      Menyikapi surat terbuka Mochtar Naim kepada H. Irman Gusman Ketua DPD RI, Boby Lukman di rubrik opini yang diraciknya, “Lippo Group dan Mochtar Naim”, Boby terlihat menuding keras Mochtar Naim atas pernyataannya: “Semua orang tahu, RS Siloam dan sekolah tersebut adalah bahagian yang tak bisa dilepaskan dari upaya James T Riady, sebagai bahagian dari upaya kristenisasi yang dilakukannya di mana-mana.”
 
Menurut Boby pernyataan Mochtar Naim di atas terkesan tendensius dan tersebab demikian lebih lanjut ia beropini: “Kalimat ini sangat tak patut keluar dari salah seorang sosiolog, cendekiawan yang sangat dihormati di jagad akademik. Tokoh sekaliber Mochtar Naim rasanya tidak patut menulis seperti itu, dan juga saya sangat menyayangkan bisa terjebak dengan anggapan itu. Sungguh bukan sebuah tulisan yang elok. Atau Pak Mochtar sedang menjalankan hobinya.”

3.   Dalam upaya meyakinkan pembaca bahwa tidak akan ada kristenisasi di Rumah Sakit Siloam Padang, di halaman depan selanjutnya terlihat Singgalang menurunkan berita, “Tak Ada Kristenisasi di RS Siloam Makasar”.

Berita bantahan tersebut didasarkan kepada pernyataan Ketua MUI Makasar KH Dr Mustamin Arsyad MA dan Pemimpin Redaksi Celebes TV Husain Abdullah.

Hebatnya, juga seperti diberitakan, Ketua MUI Makasar bagai menyindir perilaku orang Minang dalam menolak keberadaan Rumah Sakit Siloam. Seperti dikutip Singgalang Sang Ketua berujar: “Kalau ada masalah dibicarakan, tidak emosional, dan langsung main cap saja,” lanjut pria yang juga Wakil Ketua Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan ini.” Apa benar demikian, Wallahu a’lam.

Begitulah, menyikapi ketiga informasi seperti terlihat di atas, dipastikan orang akan sampai pada kesimpulan bahwa ternyata tidak ada kristenisasi di balik keberadaan Rumah Sakit Siloam di Ranah Minang. Dalam kaitan demikian, Mochtar Naim dan fihak-fihak yang menggunjingkan keberadaannya ternyata memang telah terkeliru sangat jauh. Lalu apa benar demikian??? Sekarang mari kita kuak!!!
 
Penambahan ‘isasi’ pada kata dasar dalam bahasa Indonesia menunjukkan kepada adanya upaya, proses, atau cara agar sesuatu menjadi seperti kata dasar tersebut. Dalam konteks kekristenan, hal tersebut kemudian disebut kristenisasi atau upaya untuk mengkristenkan. Dalam istilah lain ia juga disebut evangelisasi.

Bertumpu kepada pemahaman demikian, tersebab pembangunan Rumah Sakit Siloam yang dirancang dan didanai pihak Lippo Group diniatkan akan dijadikan sarana untuk mengkristenkan orang Minang di Ranah Minang, yang peletakan batu pertamanya telah dilakukan dan dihadiri berbagai tokoh penting negeri ini tanggal 10 Mei lalu, maka tidak tertampik sosok kristenisasi terpajang dan terlihat jelas di Rumah Sakit Siloam.

Indikatornya bukan didasarkan karena James T Riady selaku petinggi LIPPO GROUP penganut Kristen, tidak. Sekali lagi bukan tersebab itu lalu pendirian Rumah Sakit Siloam divonis sebagai sarana kristenisasi atau pemurtadan terhadap orang Minang di Ranah Minang.

Alhamdulillah, dalam konteks globalisasi, pasar bebas, penciptaan lapangan kerja dan atau apapun namanya, tidak sedangkal dan sepicik itu cara orang Minang berpikir. Sebab, dalam konteks keberagamaan, Islam telah dengan tegas mengajarkan; Lakum dinukum waliyadiin. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.

Berpegang pada ketegasan firman Allah SWT itu, orang Minang sangat paham dan mengerti, bermu’amalah atau berinteraksi dengan siapa saja sepanjang tidak menciderai aqidah, tidaklah merupakan sesuatu yang terlarang untuk dilakukan.

Pelabelan kristenisasi terhadap Rumah Sakit Siloam tidak datang dari luar, tetapi ia lebih disebabkan karena nama yang melekat pada rumah sakit itu. Nama itulah sejatinya yang mengingatkan dan menyadarkan pemuka-pemuka Minang akan bahaya yang tengah mengancam aqidah anak kemenakan mereka kelak kemudian hari, kristenisasi. Sehingga tak ayal timbul beragam reaksi di kalangan mereka.

Sama halnya dengan ketika pada tahun 1975 dulu, pihak Baptis membangun Rumah Sakit Immanuel di Bukit Tinggi. Ketika itu terjadi perlawanan orang Minang menolak keberadaan rumah sakit tersebut yang berakibat 9 putera Minang dijebloskan ke dalam penjara, salah seorang teman sekelas saya di Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah Kauman Padang Panjang, Bakhtiar yang kini berkiprah di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat.

Alhamdulillah, akhirnya perjuangan urang awak yang tak pernah henti tersebut membuahkan hasil. Rumah Sakit Immanuel diambil alih pemerintah dan kini dijadikan Rumah Sakit Stroke Nasional.
  
Sebagai penganut Kristen yang taat, dalam berbisnis di layanan kesehatan, James T Riady selaku CEO Lippo Group bukan tanpa alasan menamakan rumah sakit yang dibangunnya dengan Siloam. Sebab, melalui jaringan layanan kesehatan ini, ia berazam untuk mewartakan Bibel kepada bangsa Indonesia (baca: Umat Islam).
 
Seperti tertulis dalam Bibel, Siloam adalah nama kolam, tempat di mana Yesus menyuruh seorang yang menderita buta sejak lahir membasuh dirinya. Hal demikian terjadi setelah sebelumnya Yesus meludah ke tanah, kemudian mengaduk-aduk ludahnya dengan tanah tersebut, lalu mengoleskan adukan ludah dan tanah tadi ke mata orang yang menderita kebutaan itu. Seterusnya seperti dijelaskan dalam Injil Yohanes Pasal 9 ayat 7, Yesus menyuruh: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: “Yang diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan matanya sudah melek.”

Berdasar cerita Bible di atas, terlihat jelas korelasi antara bisnis James T Riady di layanan kesehatan dengan agama yang dianutnya, Kristen. Justru demikian, persoalan kristenisasi yang mendompleng di Rumah Sakit Siloam bukan ilusi atau halusinasi. Bukan tuduhan tanpa dasar, tidak caracacau tanpa fakta. Tetapi kristenisasi itu benar-benar wujud dan bertakhta  di Rumah Sakit Siloam.

Kini, teka-teki seputar Kristenisasi Rumah Sakit Siloam terjawab sudah. Lippo Group melalui jaringan bisnis layanan kesehatan yang digerakkanya, seperti dinyatakan Mochtar Naim melalui surat terbuka kepada Irman Gusman, terbukti benar-benar telah menjadikan Rumah Sakit Siloam sebagai sarana kristenisasi di Indonesia. Kalaulah tidak untuk tujuan itu, maka Lippo Group tentu tidak akan menamakan rumah sakit tersebut Siloam.
 
Dalam konteks penamaan, bukankah adagium telah mengingatkan: “Kalau tidak ada berada, masa tempua bersarang rendah.” Dan atau: “Yang lahir menunjukkan yang batin.” Lahirnya Siloam, batinnya kristenisasi atau pemurtadan.

Kenyataan di atas lebih lanjut membuka kedok kebohongan yang telah dilakukan James T Riady kepada orang Minang atas berbagai penyampaiannya melalui Harian Singgalang selama ini. Malah agar bisa dipercaya, sekali waktu seperti telah saya kemukakan di atas, James sampai harus berkata: “Semua usaha yang kami jalankan, sama sekali bersih dari misi agama. Ini murni bisnis dan pegang kata-kata saya itu,” Berpegang pada kata-kata James T Riady, lalu apakah begini bisnis yang dikatakannya bersih dari misi agama itu.

Setelah menyaksikan realitas demikian, lalu apa sebenarnya yang terjadi di balik berbagai kebohongan dan kedustaan James T Riady selama ini. Menjawab pertanyaan tersebut, berdasarkan kajian teologi, kita harus mengatakan bahwa James T Riady ketika melakukan berbagai kebohongan dan kedustaan itu, sejatinya tengah mengamalkan ajaran Paulus yang tertulis dalam Bible, Surat Roma Pasal 3 ayat 7: “Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemulianNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?”

Last but not least, melihat kepada apa yang telah terkuak, kini semakin terbukti bagi kita kebenaran firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 120, artinya: “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.” ***
---------------------------------
*) Penulis Wakil Ketua PW PARMUSI Sumatera Barat, mengajar di SMAN 1 Lubuak Aluang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar