Jumat, 24 Desember 2010

Teologi Trinitas Rapuh

Oleh Izhar Ilyas

Dalam kehidupan beragama, Tuhan merupakan hal yang esensi bagi penganutnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuhan bermakna; “Sesuatu yang diyakini, dipuja, disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dan sebagainya.” Dari kata Tuhan, kemudian kita mengenal istilah “ketuhanan”. Dimaksud dengan  ketuhanan dalam kaitan ini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan.

Beranjak dari kerangka berpikir di atas, melalui tulisan ini penulis ingin menyigi tentang konsep ketuhanan menurut agama Kristen dikait-hubungkan dengan konsep ketuhanan menurut agama primitif (animisme).

Menurut Wardan Amir dalam bukunya Perbandingan Agama, Penerbit Toha Putra Semarang, setidaknya terdapat empat bentuk penyembahan atau sesuatu yang dianggap Tuhan oleh penganut animisme atau agama primitif, yaitu: pemujaaan kepada alam (nature worship), pemujaan kepada benda (fitish worship), pemujaan kepada binatang (animal worship), dan pemujaan kepada leluhur (ancistor worship). Sama seperti beberapa agama alam lainnya, agama primitif tidak mempunyai kitab suci.

Dalam prakteknya ke empat bentuk pemujaan tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan bercampur menyatu. Menurut keyakinan animisme, penghormatan atau penyembahan kepada alam, benda, binatang atau leluhur dilakukan karena masing-masing unsur tersebut diyakini memiliki kekuatan-kekuatan ghaib, disebut mana. Sejatinya dalam konsep ketuhanan, itulah yang disebut sifat ‘serba maha’ itu. Satuhal yang perlu ditekankan di sini ialah bahwa dalam agama primitif sesungguhnya mana  itu ajek melekat pada masing-masing benda sepanjang waktu.

Berbeda dengan animisme, ketuhanan Kristen seperti dijelaskan Dr. Harun Hadiwijono, seorang teolog Kristen, guru besar pada S.T.Th Duta Wacana Yogyakarta dalam bukunya Iman Kristen, BPK Gunung Mulia, Jakarta, Cetakan keenam, 1988, pada halaman 103 menjelaskan bahwa: “Tuhan Allah, sebagai Sekutu umatNya, telah menyatakan atau memperkenalkan diriNya sebagai Yang Esa, selanjutnya dengan firman dan karyaNya, menyatakan atau memperkenalkan diriNya sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus, yang dalam ajaran Kristen disebut Tritunggal”. Menurut Harun, di dalam Alkitab tidak banyak ayat yang mengungkap tentang ketritunggalan itu secara langsung.

Menyangkut ajaran Tritunggal atau Trinitas, secara eksplisit, menurut Harun hanya terdapat pada Injil Matius, Pasal 28, ayat 19 berbunyi: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Hal demikian berarti bahwa pernyataan serupa sama sekali tidak ditemukan dalam Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes. Jadi sekali lagi, satu-satunya ayat yang secara eksplisit berbicara tentang Trinitas atau Tritunggal hanya Injil Matius Pasal 28 ayat 19.

Memahami penjelasan Harun, adapun bila kemudian ditemukan ayat senada, namun sesungguhnya itu bukan bersumber dari unsur-unsur trinitas, baik Tuhan Bapa, Tuhan Anak atau Roh Kudus. Salah satu di antaranya seperti pernyataan Paulus dalam kalimat penutup suratnya kepada Jemaat di Korintus, ia menulis: “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.”  (2 Korintus 13: 13).

Berbeda dengan Tuhan Bapa dan Roh Kudus, ternyata konsep ketuhanan Yesus Kristus dalam Agama Kristen, ma’af, terlihat sangat dan amat rapuh. Dikatakan demikian, karena sifat-sifat serba maha yang seharusnya melekat pada diriNya terbukti dari beberapa ayat-ayat Alkitab secara tekstual diketahui tidak demikian, antara lain Tuhan Yesus Kritus dinyatakan sebagai berikut:

1. Merasa Lapar
Hal demikian di antaranya terdapat pada: Matius Pasal 4, ayat 2: “Dan setelah berpuasa  empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus.” Matius Pasal 21, ayat 18: “Pada pagi-pagi hari dalam perjalanan-Nya ke kota, Yesus merasa lapar.”Markus Pasal 11, ayat 12: “Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas murid-Nya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar.”

2. Merasa Haus
Yohanes Pasal 19, ayat 28: “Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai, berkatalah Ia – supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci-: “Aku haus!”

3. Mengantuk
Matius Pasal 8, ayat 24: “Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur.” Lukas Pasal 8, ayat 23: “Dan ketika mereka sedang berlayar, Yesus tertidur. Sekonyong-konyong turunlah taufan ke danau, sehingga perahu itu kemasukan air dan mereka berada dalam bahaya.” Markus Pasal 4, ayat 38: “Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?”

4. Capek atau letih
Yohanes Pasal 4, ayat 6: “Di situ terdapat sumur Yakub. Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu.” 

5. Bersusah hati
Matius Pasal 27, ayat 46: “Kira-kira jam tiga berseru lah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli,  lama sabakhtani? Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Yohanes Pasal 11, ayat 33: “Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya.” Yohanes Pasal 11, ayat 38: “Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu.” (Yohanes, 11: 38)

6. Menangis
Yohanes  Pasal 11, ayat 35: “Maka menangislah Yesus.” (Yohanes, 11: 35)

7.  Berdukacita
Matius Pasal 26, ayat 37 s.d 38; “Dan Ia membawa Petrus dan kedua anak Zebededus serta-Nya. Maka mulailah Ia merasa sedih dan gentar, lalu kata-Nya kepada mereka: “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.”

8. Takut dan gentar
Markus Pasal 14, ayat 33: “Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar.”

9.  Lemah
Lukas Pasal 22, ayat 43: “Maka seorang malaikat dari langit menampakkan diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya.”

10.  Dicobai Iblis
Lukas Pasal 4, ayat 2: “Di situ Ia tinggal empat puluh hari lamanya dan dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah waktu itu Ia lapar.” 

Bila demikian ihwalnya, seperti disinggung di awal tulisan ini, membanding konsep ketuhanan menurut agama primitif yang terlihat sangat ajek, ternyata konsep Ketuhanan Trinitas dalam agama Kristen terlihat sangat dan amat rapuh. Wallahu a’lam bishshawab.

*]Perbaikan redaksional telah dilakukan setelah sebelumnya pernah dimuat di rubrik Kristologi Majalah Tabligh, MTDK PP Muhammadiyah Jakarta, No. 8/Th VI, Januari 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar