Oleh Izhar Ilyas
Tidak berselang 30 menit setelah tulisan saya Teologi Trinitas Rapuh yang pernah dimuat di rubrik Kristologi Majalah Tabligh MTDK PP Muhammadiyah, Nomor 8/Tahun VI Januari 2009, diposting pada Tawaashaubilhaq’s Blog (sekarang: Tong-tong Kabanaran) 29 September 2009, tiba-tiba muncul tanggapan dari pemilik Email: deroncapital@yahoo.com. Berikut komentarnya.
Salam..
Saya rasa sebagai seorang kristiani, sy harus meluruskan pandangan anda. Sy bukan ahli agama atau ahli kitab, tetapi saya tahu betul konsep kristiani.
Jika anda baca Yohanes 8 : 23-24 yg begini bunyinya : Lalu Ia berkata pada mereka, “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini. Karena itu tadi aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.”
Jelas sekali dari Injil Yohanes ini, Yesus menunjukkan bahwa Dialah Tuhan…
Mengenai tidak adanya sifat “Maha” dalam diri Yesus yang anda jelaskan, hal ini perlu dipahami bahwa Yesus yang ada di dunia memiliki sifat manusia. Mengapa Yesus memiliki sifat manusia? Karena Allah yang begitu baik sehingga Allah sendiri mau datang ke dunia untuk mengangkat umat manusia dari lumpur dosa. Untuk bisa dekat dengan manusia ciptaan-Nya, maka Ia rela turun langsung ke dunia dalam rupa manusia yaitu Yesus. Jadi Yesus yang ada di dunia adalah Allah dalam rupa manusia. Karena itulah Dia merasakan sifat-sifat manusia, agar Ia dekat dengan manusia.
Ketika Yesus kembali naik ke sorga, maka sifat manusia itu pun hilang, berganti menjadi sifat Bapa yang anda sebut sebagai “Maha”.
Begitulah, agar terlihat utuh, komentar tersebut sengaja saya kopi paste. Selanjutnya dengan sedikit perbaikan redaksional dari tangapan sebelumnya, berikut ‘tanggapan balik’ saya.
Salam hormat dari saya dan keluarga juga terulur untuk Saudara!
Saya benar-benar mohon ma’af atas keterlambatan merespons tanggapan Saudara atas tulisan saya, Teologi Trinitas Rapuh. Hal ini disebabkan, Rabu petang 30 September, seperti Saudara ketahui Sumatera Barat kembali diguncang gempa berkekuatan 7,6 SR setelah sebelumnya menjelang Ramadhan 1430 H lalu, Ranah Minang ini dihoyaknya dengan kekuatan 6,9 SR. Kejadiannya begitu tiba-tiba dan amat luar biasa. Alhamdulillah, saya beserta keluarga selamat dari musibah ini.
Saya sangat berterimakasih atas tanggapan Saudara dan terlebih Saudara telah berusaha untuk meluruskan pemikiran saya seperti tertuang dalam tulisan tersebut. Menyikapi semua itu, agar lebih memahami permasalahan, izinkan saya untuk mengemukakan kembali dasar pemikiran yang melatar belakangi saya menulis tentang apa yang kemudian Saudara luruskan itu.
Sebelumnya, disebabkan Saudara tidak menjelaskan diri Saudara, kiranya Saudara berkenan mengizinkan saya untuk dalam ‘tanggapan atas tanggapan’ ini menyapa Saudara dengan panggilan Tuan Kristian.
Tuan Kristian! Sejatinya pergolakan pemikiran itu berawal dari persoalan kata ‘Tuhan’. Kamus Besar Bahasa Indonesia, seperti saya kutip menjelaskan bahwa Tuhan berarti; “Sesuatu yang diyakini, dipuja, disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dan sebagainya". Jadi karena sifat serba ‘Maha’ yang dimiliki sesuatu, maka sesuatu itu di mata manusia kemudian dikatakan atau dianggap Tuhan. Artinya, bila sesuatu itu tidak memiliki sifat ‘serba maha’, maka ia tidak akan pernah dikatakan atau dianggap sebagai Tuhan. Begitu logikanya.
Beranjak dari kerangka berpikir tersebut, saya kemudian melihat bahwa ternyata konsep ketuhanan dalam agama “primitif” jauh lebih kokoh, ma’af dibanding konsep ketuhanan dalam agama Kristen, berupa “Trinitas“.
Pemikiran demikian tidak saya injeksikan dari luar, tetapi lebih disebabkan oleh berbagai temuan ayat-ayat Al-Kitab sebagaimana saya kutip dan kemukakan di dalam tulisan saya itu.
Tuan Kristian! Sesuai anjuran Tuan saya telah baca Yohanes 8: 23 s.d 24 tersebut. Benar, ayat itu berbunyi: Lalu Ia berkata pada mereka, “Kamu berasal dari bawah, Aku dari atas; kamu dari dunia ini, Aku bukan dari dunia ini. Karena itu tadi aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.” (Jesus answered, “You are from below, but I am from above. You belong to this word, but I don’t. That’s why I said you will die with your sins unforgiven. If you don’t have faith in me for who I am, you will die, and your sins won’t be forgiven.”)
Berpegang pada ayat tersebut serta mengikuti logika berfikir seperti Tuan Kristian jelaskan, saya sangat dan amat memahami serta benar-benar dapat menerima penjelasan Tuan. Jadi menurut keyakinan Kristen, Yesus yang ada di dunia adalah Allah dalam rupa manusia. Seperti Tuan jelaskan, agar Ia dekat dengan manusia karena itu Dia merasakan sifat-sifat manusia. Sementara, ketika Yesus kembali naik ke sorga, maka sifat manusia itu pun hilang, berganti menjadi sifat Bapa dengan segala ke“Maha”anNya. Bukan begitu tuan Kristian.
Tuan Kristian. Namun sayang, bangunan pemahaman saya yang telah Tuan bangun dengan argumentasi demikian apik, tidak berselang lama kemudian luluh lantak hancur berantakan. Alhamdulillah, hal tersebut disebabkan, ternyata tidak jauh dari ayat 23 s.d 24 tersebut, tepatnya di ayat 18 saya kemudian menemukan dan sangat jelas membaca bahwa Yesus berkata: “Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.” (I am one of my witnesses, and the Father who sent me is the other one).
Mengambil pemahaman dari Injil Yohanes 8 ayat 23 s.d 24 (bahwa Akulah Dia) dikaitkan dengan ayat 18 Injil yang sama (“Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.”), tidak terelakkan, saya dan malah siapa saja kini benar-benar dihadapkan kepada sebuah pertanyaan yang sangat dan amat krusial, yaitu: “Apakah antara Dia dan Yesus benar-benar merupakan satu wujud atau antara Dia dengan Yesus memang dua pribadi berbeda. Dia yang mengutus dan Yesus yang diutus.”
Tuan Kristian! Jadi, mana yang harus dibenarkan atau kita yakini: “bahwa Akulah Dia” dan atau “Akulah yang bersaksi tentang diri-Ku sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi tentang Aku.”
Dikarenakan harus memilih, dalam konteks demikian saya lebih cendrung untuk memilih atau membenarkan Injil Yohanes 8 ayat 18. Jika Tuan Kristian bertanya, kenapa demikian. Jawaban saya sederhana saja. Injil Yohanes 8 ayat 18 terlihat tidak bertentangan atau tidak menyelisihi berbagai Injil lainnya, antara lain:
1. Injil Matius Pasal 4 ayat 10: Maka berkatalah Yesus kepadanya: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Jesus answered, “Go away Satan! The Scriptures say: ‘Worship the Lord your God and serve only him.’ ”)
2. Injil Matius Pasal 27 ayat 46: “Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani? Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Then about that time Jesus shouted, “Eli, Eli lema sabachtani which means, “My God, my God, why have you deserted me?”)
3. Injil Lukas Pasal 4 ayat 8: Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Jesus answered, “The Scriptures say: ‘Worship the Lord your God and serve only Him!’”)
4. Kisah Para Rasul 24 ayat 14: “Tetapi aku mengakui kepadamu, bahwa aku berbakti kepada Allah nenek moyang kami dengan menganut Jalan Tuhan, yaitu Jalan yang mereka sebut sekte. Aku percaya kepada segala sesuatu yang ada tertulis dalam hukum Taurat dan dalam kitab nabi-nabi.” (I admit that their leaders think that the Lord’s Way which I follow is based on wrong beliefs. But I still worship the same God that my ancestors worshipped. And I believe everything written in the Law of Moses and in the Prophets)
Keempat kutipan tersebut seperti di atas telah saya nyatakan terlihat benar-benar seiring sejalan dengan Injil Yohanes 8 ayat 18, namun sangat dan amat bersebarangan dengan Injil yang sama ayat 23 s.d 24 yang dalam hal ini tuan jadikan dalil atau alasan untuk menyatakan bahwa “Yesus adalah Allah dan Allah adalah Yesus“. Lalu, kenapa hal demikian bisa terjadi?!?!?!
Tuan Kristian. Dalam konteks Trinitas, penjelasan yang telah Tuan berikan ternyata kemudian menimbulkan pertanyaan lain yang sangat dan amat mengusik pikiran saya. Pertanyaan itu adalah: “Bila berdasarkan Injil Yohanes 8 ayat 23 s.d 24: ‘bahwa Akulah Dia’, berarti Dia adalah Aku. Lalu dalam kaitan ini bagaimana dan di mana posisi atau kedudukan ‘Ketuhanan Roh Kudus’ salah satu unsur penting Trinitas lainnya dalam persoalan ini???”.
Demikian sedikit penjelasan serta pertanyaan saya terhadap tanggapan Tuan Kristian atas tulisan saya. Kiranya segala sesuatu yang kita lakukan sebagai upaya untuk mencari atau menyelisik kebenaran bermanfa’at bagi kita dan bagi siapa saja yang membacanya. Sebab, dalam konteks keilahian, bukankah hanya ada ‘satu kebenaran’ di tentang itu. Tidak dua, apalagi tiga. Wallahu a’lam bishawab.
————————–
Catatan: Kutipan ayat-ayat berbahasa Indonesia dipetik dari ALKITAB, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 2007, sementara kutipan berbahasa Inggris diambil dari Holy Bible, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 2001.-0.031860 -0.307617
Tidak ada komentar:
Posting Komentar