Menguak Kristenisasi
Rumah Sakit Siloam
Rumah Sakit Siloam
Izhar Ilyas
Menjelimeti pemberitaan Singgalang edisi
Jum’at 7 Juni, akhirnya saya sampai pada
kesimpulan bahwa melalui ketiga informasi yang saling mendukung, terlihat Harian Singgalang ingin meyakinkan masyarakat Sumbar bahwa isu kristenisasi
beraroma SARA di balik kehadiran Rumah Sakit Siloam di Ranah Minang, sebagaimana dihebohkan Mochtar Naim dan berbagai pihak selama ini adalah sesuatu yang tidak berdasar atau terlalu mengada-ada.
Terkait persoalan di atas, bila hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin sang investor dalam hal ini Lippo Group akan menarik investasinya
dari Padang. Jika hal demikian terjadi, yang rugi tentu kita orang Minang juga.
Bayangkan, investasi sebesar Rp 1,3 triliun dan ketersediaan lapangan kerja
yang tidak sedikit, terbang lepas dari genggaman, akibat kita terlalu menghebohkan
isu
kristenisasi yang tidak jelas juntrungnya.
Mudah-mudahan saya tidak keliru dalam
menarik kesimpulan tersebut. Dan untuk membuktikan ketidak keliruan itu, saya
akan faktakan sebagai berikut:
1. Seperti dikemukakan
Basril Djabar dalam rubrik komentar, “To Be a Winner or Become a Losers” saya melihat terbilang banyak beliau
mengedepankan argumen James T Riady selaku CEO Lippo Group, membantah
isu Kristenisasi di balik pendirian Rumah Sakit Siloam yang dibidaninya.
Satu di antara yang membuat saya tertawa-tawa,
terdapat pada halaman A-9 kolom 5 alinia ke dua, berikut petikannya: “Semua
usaha yang kami jalankan, sama sekali bersih dari misi agama. Ini murni bisnis
dan pegang kata-kata saya,” kata dia lagi.
Barangkali
tersebab demikian, Basril Djabar sangat percaya terhadap iktikad baik James T
Riady dalam berinvestasi di Ranah Minang, sehingga menjelang akhir komentarnya Basril
menulis: “Lakukanlah penyelesaian dan penjernihan masalah secara bijaksana,
gunakan berbagai pertimbangan akal sehat, dan jangan secara emosional apa lagi
dengan mengaitkan isu-isu SARA segala macam.”
Dalam
kaitan demikian sebelumnya Basril Djabar juga telah mengingatkan: “...
Tapi, jika Lippo sudah menyatakan, tidak akan melakukan kristenisasi, kita
seharusnya menahan diri. Jika terus-menerus didesak dengan asumsi tidak
berdasar, lalu investor itu hengkang, siapa yang bertanggungjawab? Membuka
lapangan kerja saat ini alangkah sulitnya. Akan ada 6.000 tenaga kerja di Basko
Mall dan Lippo Mall. Disangka mudah membuka lapangan kerja sebanyak itu.”
2.
Menyikapi surat terbuka
Mochtar Naim kepada H. Irman Gusman Ketua DPD RI, Boby Lukman di
rubrik opini yang diraciknya, “Lippo Group dan Mochtar Naim”, Boby terlihat
menuding keras Mochtar Naim atas pernyataannya: “Semua
orang tahu, RS Siloam dan sekolah tersebut adalah bahagian yang tak bisa
dilepaskan dari upaya James T Riady, sebagai bahagian dari upaya kristenisasi yang dilakukannya di mana-mana.”
Menurut Boby pernyataan
Mochtar Naim di atas terkesan tendensius dan tersebab demikian lebih lanjut ia
beropini: “Kalimat ini sangat tak patut keluar dari salah seorang sosiolog,
cendekiawan yang sangat dihormati di jagad akademik. Tokoh sekaliber Mochtar
Naim rasanya tidak patut menulis seperti itu, dan juga saya sangat menyayangkan
bisa terjebak dengan anggapan itu. Sungguh bukan sebuah tulisan yang elok. Atau
Pak Mochtar sedang menjalankan hobinya.”
3. Dalam upaya meyakinkan
pembaca bahwa tidak akan ada kristenisasi di Rumah Sakit
Siloam Padang, di halaman depan selanjutnya terlihat Singgalang
menurunkan berita, “Tak Ada Kristenisasi di RS Siloam Makasar”.
Berita bantahan tersebut didasarkan
kepada pernyataan Ketua MUI Makasar KH Dr Mustamin Arsyad MA dan Pemimpin
Redaksi Celebes TV Husain Abdullah.
Hebatnya, juga
seperti diberitakan, Ketua MUI Makasar bagai menyindir perilaku orang Minang dalam menolak keberadaan Rumah Sakit
Siloam. Seperti dikutip Singgalang Sang Ketua berujar: “Kalau ada masalah dibicarakan,
tidak emosional, dan langsung main cap saja,” lanjut pria yang juga Wakil Ketua
Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan ini.” Apa benar demikian, Wallahu a’lam.
Begitulah, menyikapi ketiga informasi seperti terlihat di atas, dipastikan orang akan
sampai pada kesimpulan bahwa ternyata tidak ada
kristenisasi di balik keberadaan Rumah Sakit Siloam di Ranah Minang. Dalam
kaitan demikian, Mochtar Naim dan fihak-fihak yang menggunjingkan keberadaannya ternyata memang telah terkeliru sangat
jauh. Lalu apa benar demikian??? Sekarang mari kita
kuak!!!
Penambahan ‘isasi’ pada kata dasar dalam
bahasa Indonesia menunjukkan kepada adanya upaya, proses, atau cara
agar sesuatu menjadi seperti kata dasar tersebut. Dalam
konteks kekristenan, hal tersebut kemudian disebut kristenisasi atau upaya untuk mengkristenkan. Dalam istilah lain ia juga disebut
evangelisasi.
Bertumpu kepada pemahaman demikian, tersebab pembangunan Rumah Sakit Siloam yang
dirancang dan didanai pihak Lippo Group diniatkan akan dijadikan sarana
untuk mengkristenkan orang Minang di Ranah Minang, yang peletakan batu
pertamanya telah
dilakukan dan dihadiri berbagai tokoh penting negeri ini
tanggal 10 Mei lalu, maka tidak tertampik sosok kristenisasi terpajang dan
terlihat jelas di Rumah Sakit Siloam.
Indikatornya bukan didasarkan karena James T Riady selaku
petinggi LIPPO GROUP penganut Kristen, tidak. Sekali lagi bukan tersebab
itu lalu pendirian Rumah Sakit Siloam divonis
sebagai sarana kristenisasi atau pemurtadan terhadap orang Minang di Ranah
Minang.
Alhamdulillah, dalam konteks globalisasi, pasar bebas,
penciptaan lapangan kerja dan atau apapun namanya, tidak sedangkal dan sepicik itu cara orang Minang berpikir. Sebab, dalam konteks keberagamaan, Islam telah dengan tegas
mengajarkan; Lakum dinukum waliyadiin. Bagimu agamamu, bagiku agamaku.
Berpegang pada ketegasan firman Allah SWT itu, orang Minang sangat paham dan mengerti, bermu’amalah
atau berinteraksi dengan siapa saja sepanjang tidak menciderai aqidah, tidaklah
merupakan sesuatu yang terlarang untuk dilakukan.
Pelabelan kristenisasi terhadap Rumah
Sakit Siloam tidak datang dari luar, tetapi ia lebih disebabkan karena nama
yang melekat pada rumah sakit itu. Nama itulah sejatinya yang mengingatkan dan
menyadarkan pemuka-pemuka Minang akan bahaya yang tengah mengancam aqidah anak
kemenakan mereka kelak kemudian hari, kristenisasi. Sehingga tak ayal
timbul beragam reaksi di kalangan mereka.
Sama halnya dengan ketika pada tahun
1975 dulu, pihak Baptis membangun Rumah Sakit Immanuel di Bukit Tinggi. Ketika
itu terjadi perlawanan orang Minang menolak keberadaan rumah sakit tersebut yang
berakibat 9 putera Minang dijebloskan ke dalam penjara, salah seorang teman
sekelas saya di Kulliyatul Muballighien Muhammadiyah Kauman Padang Panjang,
Bakhtiar yang kini berkiprah di Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Pusat.
Alhamdulillah, akhirnya perjuangan urang
awak yang tak pernah henti tersebut membuahkan hasil. Rumah Sakit
Immanuel diambil alih pemerintah dan kini dijadikan Rumah Sakit Stroke Nasional.
Sebagai penganut Kristen yang taat,
dalam berbisnis di layanan kesehatan, James T Riady selaku CEO Lippo Group bukan tanpa alasan menamakan rumah sakit yang dibangunnya
dengan Siloam. Sebab, melalui jaringan layanan kesehatan ini, ia berazam untuk mewartakan Bibel
kepada bangsa Indonesia (baca: Umat Islam).
Seperti tertulis dalam Bibel, Siloam
adalah nama kolam, tempat di mana Yesus menyuruh seorang yang menderita buta
sejak lahir membasuh dirinya. Hal demikian terjadi setelah sebelumnya Yesus
meludah ke tanah, kemudian mengaduk-aduk ludahnya dengan tanah tersebut, lalu
mengoleskan adukan ludah dan tanah tadi ke mata orang yang menderita kebutaan
itu. Seterusnya seperti dijelaskan dalam Injil Yohanes Pasal 9 ayat 7, Yesus
menyuruh: “Pergilah, basuhlah dirimu dalam kolam Siloam.” Siloam artinya: “Yang
diutus.” Maka pergilah orang itu, ia membasuh dirinya lalu kembali dengan
matanya sudah melek.”
Berdasar cerita Bible di atas, terlihat jelas
korelasi antara bisnis James T Riady di layanan kesehatan dengan agama yang
dianutnya, Kristen. Justru demikian, persoalan kristenisasi yang mendompleng
di Rumah Sakit Siloam bukan ilusi atau halusinasi. Bukan tuduhan tanpa dasar, tidak caracacau tanpa fakta. Tetapi kristenisasi itu benar-benar
wujud dan bertakhta di Rumah Sakit Siloam.
Kini, teka-teki seputar Kristenisasi Rumah Sakit Siloam terjawab sudah. Lippo Group melalui jaringan bisnis
layanan kesehatan yang digerakkanya, seperti
dinyatakan Mochtar Naim melalui surat terbuka kepada Irman Gusman, terbukti benar-benar telah
menjadikan Rumah Sakit Siloam sebagai sarana kristenisasi di Indonesia. Kalaulah
tidak untuk tujuan itu, maka Lippo Group tentu tidak akan menamakan rumah sakit
tersebut Siloam.
Dalam konteks penamaan, bukankah adagium
telah mengingatkan: “Kalau tidak ada berada, masa tempua bersarang rendah.” Dan
atau: “Yang lahir menunjukkan yang batin.” Lahirnya Siloam, batinnya
kristenisasi atau pemurtadan.
Kenyataan di atas lebih lanjut membuka
kedok kebohongan yang telah dilakukan James T Riady kepada orang Minang atas
berbagai penyampaiannya melalui Harian Singgalang selama ini. Malah agar
bisa dipercaya, sekali waktu seperti telah saya kemukakan di atas, James sampai
harus berkata: “Semua usaha yang kami jalankan, sama sekali bersih dari misi agama.
Ini murni bisnis dan pegang kata-kata saya itu,” Berpegang pada
kata-kata James T Riady, lalu apakah begini bisnis yang dikatakannya bersih dari
misi agama itu.
Setelah menyaksikan realitas demikian,
lalu apa sebenarnya yang terjadi di balik berbagai kebohongan dan kedustaan
James T Riady selama ini. Menjawab pertanyaan tersebut, berdasarkan kajian
teologi, kita harus mengatakan bahwa James T Riady ketika melakukan berbagai
kebohongan dan kedustaan itu, sejatinya tengah mengamalkan ajaran Paulus yang tertulis
dalam Bible, Surat Roma Pasal 3 ayat 7: “Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku
semakin melimpah bagi kemulianNya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai
orang berdosa?”
Last but not least, melihat kepada apa
yang telah terkuak, kini semakin terbukti bagi kita kebenaran firman Allah SWT
dalam Surat Al Baqarah ayat 120, artinya: “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka.
Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).”
Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai
kepadamu, tidak akan ada bagimu pelindung dan penolong dari Allah.” ***
---------------------------------
*) Penulis Wakil Ketua PW PARMUSI Sumatera Barat, mengajar
di SMAN 1 Lubuak Aluang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar