oleh Djoe Na pada pada 02hb Jun 2011 pukul 9.40 ptg
PROMOSI BOLEH, TAPI HARGAI PIHAK LAIN
Oleh: Arjuna Nusantara
“Biaya Kuliah di UBH Murah, Hati-hati Memilih PTS”-salah satu judul laporan di Singgalang edisi Rabu, 1 Juni 2011, halaman depan. Laporan ini mengupas tentang peringatan rektor UBH terhadap calon mahasiswa. Dalam laporan ini, Hafrizal Syandri selaku rektor UBH menginginkan calon mahasiswa hati-hati dalam memilih PTS (Perguruan Tinggi Suwasta). Seperti yang dikutip Singgalang, “Jika salah memilih, bakal berakibat fatal. Misalnya ijazah yang diupayakan bertahun-tahun bisa tidak diakui pemerintah,” ujar rektor UBH.
Kemudian, rektor UBH menyarankan agar calon mahasiswa memilih jurusan yang sudah terakreditasi di PTS pilihan. Dengan terakreditasinya jurusan tertentu menunjukkan pengakuan pemerintah terhadap keberadaan atau eksistensi program studi tersebut.
Menurut hemat penulis, Rektor UBH telah melakukan sebuah kesalahan dengan mengeluarkan peringatan yang sifatnya propaganda. Dengan peringatan tersebut, secara tidak langsung mengurangi minat calon mahasiswa untuk menuntut ilmu di jurusan PTS yang belum terakreditasi. Bagi PTS yang memiliki jurusan yang belum terakreditasi tentu akan merasa risih dengan pernyataan rektor UBH ini. Seolah, Hafrizal Syandri, merupakan Rektor yang membawa UBH seperti sekarang ini. Seolah, dia yang membuat 23 jurusan di UBH di akreditasi.
Penulis tahu, Rektor UBH yang bijaksana ini punya maksud baik. Dia tidak ingin calon mahasiswa sekarang, jadi pengangguran setelah sarjana. Tapi dia lupa, kalau UBH itu jurusannya tidak langsung di akreditasi ketika awal-awal berdirinya. Butuh proses untuk meraih akreditasi bagi sebuah jurusan di PTS. Kebetulan, UBH itu sudah berumur tua. UBH sudah menjalani proses panjang mencapai sebuah “pengakuan” dari pemerintah. Namun, belum juga semua jurusannya yang terakreditasi.
Pimpinan UBH ini mengatakan, akreditasi menunjukkan pengakuan Pemerintah tentang keberadaan jurusan itu. Artinya, jurusan yang belum terakreditasi tidak diakui keberadaannya oleh pemerintah. Apakah benar seperti itu? Pemerintah tidak mengakui jurusan PTS yang tidak terakreditasi?
Penulis kira, laporan tentang pernyataan rektor UBH ini merupakan promosi UBH. Ada pepatah, “Hidupkan lampu kita, tapi jangan matikan lampu orang lain.” Sepertinya. Rektor UBH tidak paham tentang pepatah ini.
Rektor UBH yang bertitel Profesor Doktor ini tidak mempertimbangkan pernyataan yang ingin dikeluarkan. Dia mungkin lupa keberadaan PTS yang mempunyai jurusan yang belum terakreditasi berperan dalam pembangunan daerah yang telah dilakukan PTS dengan mendidik generasi bangsa.
Penulis sebagai masyarakat biasa (bukan profesor, bukan doktor) menghargai keberadaan PTS meskipun ada jurusannya yang belum terakreditasi. Setidaknya, dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas mahasiswa, PTS bisa mengejar akreditasi bagi jurusannya yang belum “diakui” (menurut rektor UBH) pemerintah.
Perlu kita sadari, PTS yang berdiri, pasti sudah mendapat izin dari pemerintah sesuai prosedur izin yang telah ditetapkan. Dengan begitu, meskipun jurusannya belum terakreditasi, bukan berarti tidak diakui. Hanya saja belum memenuhi syarat akreditasi yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Dengan berdirinya berbagai PTS, membuktikan begitu banyaknya pihak yang peduli terhadap pendidikan. Pihak-pihak itu sudah menjadi pahlawan bagi generasi bangsa. Mereka mendirikan, mengembangkan dan mengabdikan. Bukan seperti rektor suatu PTS yang hanya menerima hasil dari usaha orang terdahulu.
Terpenting, PTS yang memiliki jurusan yang belum terakreditasi, punya niat baik dan memberikan pendidikan yang sesuai kurikulum dan kompetensi. Tidak mungkin mereka memberikan pendidikan yang salah. Meskipun tidak terakreditasi, sekurangnya mahasiswa yang belajar di jurusan itu mendapat keterampilan layaknya orang berpendidikan. Niat baik ini hendaknya di dukung bersama untuk kemajuan Negeri kita.
ketika yang dicari ijazah, maka keluarlah peringatan seperti yang disampaikan rektor UBH, dan di amalkan oleh generasi yang takut kalah saing. Sehingga calon mahasiswa berlomba-lomba masuk pada PT faforit. Meskipun mereka masuk pada jurusan yang tidak sesuai basic mereka, yang penting bisa dapat ijazah dari PT yang dianggap baik.
Oleh: Arjuna Nusantara
“Biaya Kuliah di UBH Murah, Hati-hati Memilih PTS”-salah satu judul laporan di Singgalang edisi Rabu, 1 Juni 2011, halaman depan. Laporan ini mengupas tentang peringatan rektor UBH terhadap calon mahasiswa. Dalam laporan ini, Hafrizal Syandri selaku rektor UBH menginginkan calon mahasiswa hati-hati dalam memilih PTS (Perguruan Tinggi Suwasta). Seperti yang dikutip Singgalang, “Jika salah memilih, bakal berakibat fatal. Misalnya ijazah yang diupayakan bertahun-tahun bisa tidak diakui pemerintah,” ujar rektor UBH.
Kemudian, rektor UBH menyarankan agar calon mahasiswa memilih jurusan yang sudah terakreditasi di PTS pilihan. Dengan terakreditasinya jurusan tertentu menunjukkan pengakuan pemerintah terhadap keberadaan atau eksistensi program studi tersebut.
Menurut hemat penulis, Rektor UBH telah melakukan sebuah kesalahan dengan mengeluarkan peringatan yang sifatnya propaganda. Dengan peringatan tersebut, secara tidak langsung mengurangi minat calon mahasiswa untuk menuntut ilmu di jurusan PTS yang belum terakreditasi. Bagi PTS yang memiliki jurusan yang belum terakreditasi tentu akan merasa risih dengan pernyataan rektor UBH ini. Seolah, Hafrizal Syandri, merupakan Rektor yang membawa UBH seperti sekarang ini. Seolah, dia yang membuat 23 jurusan di UBH di akreditasi.
Penulis tahu, Rektor UBH yang bijaksana ini punya maksud baik. Dia tidak ingin calon mahasiswa sekarang, jadi pengangguran setelah sarjana. Tapi dia lupa, kalau UBH itu jurusannya tidak langsung di akreditasi ketika awal-awal berdirinya. Butuh proses untuk meraih akreditasi bagi sebuah jurusan di PTS. Kebetulan, UBH itu sudah berumur tua. UBH sudah menjalani proses panjang mencapai sebuah “pengakuan” dari pemerintah. Namun, belum juga semua jurusannya yang terakreditasi.
Pimpinan UBH ini mengatakan, akreditasi menunjukkan pengakuan Pemerintah tentang keberadaan jurusan itu. Artinya, jurusan yang belum terakreditasi tidak diakui keberadaannya oleh pemerintah. Apakah benar seperti itu? Pemerintah tidak mengakui jurusan PTS yang tidak terakreditasi?
Penulis kira, laporan tentang pernyataan rektor UBH ini merupakan promosi UBH. Ada pepatah, “Hidupkan lampu kita, tapi jangan matikan lampu orang lain.” Sepertinya. Rektor UBH tidak paham tentang pepatah ini.
Rektor UBH yang bertitel Profesor Doktor ini tidak mempertimbangkan pernyataan yang ingin dikeluarkan. Dia mungkin lupa keberadaan PTS yang mempunyai jurusan yang belum terakreditasi berperan dalam pembangunan daerah yang telah dilakukan PTS dengan mendidik generasi bangsa.
Penulis sebagai masyarakat biasa (bukan profesor, bukan doktor) menghargai keberadaan PTS meskipun ada jurusannya yang belum terakreditasi. Setidaknya, dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas mahasiswa, PTS bisa mengejar akreditasi bagi jurusannya yang belum “diakui” (menurut rektor UBH) pemerintah.
Perlu kita sadari, PTS yang berdiri, pasti sudah mendapat izin dari pemerintah sesuai prosedur izin yang telah ditetapkan. Dengan begitu, meskipun jurusannya belum terakreditasi, bukan berarti tidak diakui. Hanya saja belum memenuhi syarat akreditasi yang ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Dengan berdirinya berbagai PTS, membuktikan begitu banyaknya pihak yang peduli terhadap pendidikan. Pihak-pihak itu sudah menjadi pahlawan bagi generasi bangsa. Mereka mendirikan, mengembangkan dan mengabdikan. Bukan seperti rektor suatu PTS yang hanya menerima hasil dari usaha orang terdahulu.
Terpenting, PTS yang memiliki jurusan yang belum terakreditasi, punya niat baik dan memberikan pendidikan yang sesuai kurikulum dan kompetensi. Tidak mungkin mereka memberikan pendidikan yang salah. Meskipun tidak terakreditasi, sekurangnya mahasiswa yang belajar di jurusan itu mendapat keterampilan layaknya orang berpendidikan. Niat baik ini hendaknya di dukung bersama untuk kemajuan Negeri kita.
ketika yang dicari ijazah, maka keluarlah peringatan seperti yang disampaikan rektor UBH, dan di amalkan oleh generasi yang takut kalah saing. Sehingga calon mahasiswa berlomba-lomba masuk pada PT faforit. Meskipun mereka masuk pada jurusan yang tidak sesuai basic mereka, yang penting bisa dapat ijazah dari PT yang dianggap baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar